Salah satu tantangan terbesar ketika kita bertugas di pedalaman, termasuk di Kalimantan ini, adalah soal sakit. Memang di mana pun kita berada sakit bisa datang, tetapi yang membedakannya adalah akses dan fasilitas kesehatan. Di pedalaman, semua terasa terbatas. Maka wajar kalau kekhawatiran akan sakit itu lebih besar.
Syukurnya, berkat kehati-hatian dan mungkin juga karena dorongan kuat untuk tetap bertahan, aku terbilang jarang sakit yang sampai harus ke fasilitas kesehatan. Namun tetap saja, dalam kurun waktu kurang lebih 11 tahun bertugas, aku setidaknya dua kali mengalami sakit parah.
Pengalaman pertama terjadi sekitar setahun setelah aku bertugas di sini. Hari itu hari Senin, aku memutuskan pulang lebih awal karena badan terasa sangat tidak enak. Ternyata kondisi makin memburuk: demam tinggi, air liur terasa sangat pahit, kadang kedinginan meski suhu badan panas, dan setiap kali mencoba duduk kepala langsung berputar hebat. Selama tiga hari penuh aku hanya bisa terbaring lemas di rumah kontrakan sederhana.
Pada hari keempat, dengan tubuh sempoyongan, aku akhirnya memaksakan diri ke Puskesmas satu-satunya faskes terdekat. Sayangnya saat itu tidak ada dokter, hanya seorang perawat yang memeriksa. Setelah pemeriksaan sederhana, aku tidak mendapat jawaban pasti, hanya dugaan sementara antara tipes atau malaria.
-
Tipes biasanya ditandai dengan demam yang naik turun, rasa lemas berkepanjangan, sakit perut, serta gangguan pencernaan. Penyebabnya adalah bakteri Salmonella typhi.
-
Malaria berbeda, umumnya ditandai dengan demam yang datang periodik, menggigil, berkeringat, sakit kepala hebat, dan disebabkan oleh parasit Plasmodium yang ditularkan lewat gigitan nyamuk Anopheles.
Meski begitu, obat sederhana dari Puskesmas dan beberapa hari istirahat akhirnya membuatku pulih kembali.
Pengalaman kedua terjadi sekitar tahun 2024 lalu, dengan gejala hampir sama namun kali ini lebih parah. Selain demam, aku juga terkena maag akut yang disertai muntah-muntah. Wajar saja, karena saat itu aku tinggal sendiri dan selama hampir tiga hari hanya minum tanpa makan apa-apa. Ironisnya, setelah sempat berobat, bukannya istirahat, aku malah harus berangkat ke Palangkaraya mengikuti kegiatan dinas yang katanya tidak bisa diwakilkan.
Beberapa hari yang lalu, gejala yang mirip sempat muncul lagi. Syukur alhamdulillah kali ini tidak berkembang lebih buruk. Cukup dengan istirahat total sekitar 24 jam, tubuhku berangsur pulih. Walaupun masih terasa lemas jika duduk atau berdiri terlalu lama, setidaknya aku sudah bisa kembali beraktivitas normal.
Dari semua pengalaman itu, aku semakin sadar bahwa sehat adalah anugerah besar yang sering kita lupakan. Tanpa sehat, semua aktivitas jadi terasa berat.
Terima kasih Sobat sudah setia membaca tulisanku. Semoga Sobat semua selalu diberi kesehatan oleh Allah, karena sehat adalah salah satu nikmat paling berharga yang patut selalu kita syukuri.