Rambusa: Buah Liar Kecil yang Penuh Rasa Nostalgia

www.mjumani.net - Kalau mendengar nama rambusa atau di Banjar sering juga disebut buah cemot rasanya langsung teringat pada masa kecil. Buah mungil berwarna oranye cerah ini memang kerap menjadi teman bermain anak-anak kampung, dipetik begitu saja di semak-semak atau pinggir kebun. Rasanya manis segar, walau kecil tapi selalu bikin penasaran untuk dipetik satu demi satu.

Buah liar

Tanaman rambusa sebenarnya tumbuh liar. Ia merambat dengan daun berbentuk jari, dan bunganya indah berwarna putih keunguan, mirip bunga markisa dalam ukuran mini. Meskipun kerap dianggap tanaman liar, ada banyak hal menarik dari rambusa. Buahnya mengandung vitamin dan antioksidan alami yang baik untuk tubuh. Dalam pengobatan tradisional, rambusa bahkan dipercaya bisa membantu menenangkan pikiran. Tapi yang paling penting, rambusa punya nilai lebih: ia adalah buah nostalgia.

Rambusa di Kebun Pedalaman

Kini, ketika aku bertugas di pedalaman Kalimantan, aku kembali sering bertemu dengan rambusa. Di sana aku punya kebun kecil agak jauh dari rumah, berisi berbagai tanaman buah lokal yang sebagian sudah jarang ditemui. Karena kesibukan, kebun itu tidak selalu terurus. Setiap beberapa bulan, rumput liar tumbuh subur, dan di antaranya, rambusa ikut bermunculan.

Manfaat buah rambusa

Sebelum aku membersihkan kebun, biasanya aku memanen dulu rambusa yang sudah ranum. Sebab kalau langsung ditebas, tanaman kecil ini ikut hilang. Untungnya, rambusa tidak mudah menyerah beberapa waktu kemudian ia akan tumbuh lagi, seakan tak pernah bosan berbagi buah mungilnya.

Manisnya Nostalgia

Setiap kali memetik rambusa, aku selalu merasa seperti kembali ke masa kecil. Dulu, bersama teman-teman, kami berlari ke kebun atau pinggir hutan, mencari buah ini sambil bercanda. Ada kesederhanaan yang tak tergantikan dari momen itu—sebuah kebahagiaan kecil yang justru terasa sangat berharga.

Kini, di sela kesibukan mengajar dan beraktivitas di pedalaman, rambusa seolah mengingatkanku untuk kembali menikmati hal-hal sederhana. Buah mungil ini bukan sekadar cemilan manis, melainkan juga jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan hari ini.

Hutan Katingan dan Pohon dengan Ratusan Bunga Jingga

Selama bertugas sebagai guru di pedalaman Katingan, aku memang sering keluar masuk hutan untuk berbagai keperluan. Kadang sekadar mencari buah liar, memancing, berkemah, atau hanya ingin menikmati suasana hutan yang tenang. Dari semua pengalaman itu, beberapa cukup berkesan misalnya  satu momen ketika aku menemukan sebuah pohon yang batangnya dipenuhi bunga berwarna jingga menyala.

Pohon berbunga jingga

Aku tidak yakin jenis tanaman ini, dan selama lebih dari sepuluh tahun aku tinggal, ini pertama kalinya aku menemukan pohon dengan bunga yang begitu semarak keluar hampir menutupi seluruh batang. Mungkin aku pernah bertemu pohon ini sebelumnya tetapi ketika tidak musim berbunga seperti saat ini, pohon ini mungkin tidak akan menarik banyak perhatianku.

Bunga-bunga itu tidak tumbuh di ujung ranting sebagaimana kebanyakan pohon, melainkan langsung menempel pada batang. Fenomena ini dalam dunia botani dikenal dengan istilah cauliflory, yaitu ketika bunga atau buah muncul dari batang utama, bukan dari dahan kecil. Contoh tanaman yang memiliki sifat ini antara lain pohon kakao, jengkol, dan durian. Tapi, melihat langsung pohon di tengah hutan dengan ratusan bunga berwarna terang yang menghiasi batangnya, sungguh memberi sensasi berbeda.

Saat itu, aku melihat beberapa batang pohon di sekitarnya juga tengah berbunga lebat. Sebagian lainnya bunganya sudah berguguran, membentuk hamparan warna jingga di tanah yang lembap. Aku pun segera mengabadikan momen itu dengan kamera ponsel, mengambil foto sekaligus merekam video pendeknya.

Tak kusangka, ketika video itu kuunggah ke akun TikTok, banyak orang yang terpukau dengan keindahan bunga tersebut. Puluhan ribu orang menontonnya, memberi komentar kagum, seakan ikut merasakan kejutan kecil yang aku alami di pedalaman.

🌿 Penutup:
Hidup di pedalaman memang penuh cerita yang tak terduga. Kadang, hal sederhana seperti bertemu dengan pohon berbunga di batangnya bisa menjadi pengalaman yang sangat berkesan. Di balik sunyinya hutan, selalu ada kejutan indah yang menunggu untuk ditemukan—asal kita mau melangkah, memperhatikan, dan menghargai setiap detail yang ada di sekeliling kita.

Jangan lupa kalau kamu tahu jenis pohon ini, komen ya !

Borneo Pygmy Squirrel: Keajaiban Mini di Pedalaman Kalimantan

Selain mengajar, menjadi relawan, memancing, atau berkemah di hutan, ada satu kegiatan yang cukup sering menemani hari-hariku selama bertugas di pedalaman Kalimantan: memotret. Bermodal kamera DSLR Canon dengan lensa tele entry level, saya mulai belajar mengabadikan momen-momen sederhana yang saya temui di sekitar. Kadang hasilnya tidak terlalu istimewa, tapi sering kali justru ada kejutan-kejutan kecil yang membuat saya tersenyum puas saat melihat hasil bidikan.

Tupai Mini Kalimantan

Salah satunya adalah ketika saya berjumpa dengan makhluk mungil yang benar-benar menggemaskan: tupai kerdil Kalimantan atau Bornean pygmy squirrel (Exilisciurus exilis). Awalnya saya mengira hewan ini hanyalah anak tupai biasa. Ukurannya kecil, gesit, dan suka berlarian di batang pohon. Namun setelah saya unggah fotonya dan mencari tahu lebih jauh, barulah saya sadar kalau yang saya temui adalah spesies unik yang hanya ada di Borneo.

Si Mungil yang Gesit dan Unik

Tupai kerdil Kalimantan dikenal sebagai salah satu mamalia terkecil di dunia. Panjang tubuhnya hanya sekitar 10–14 cm, belum termasuk ekor yang hampir sama panjangnya. Tubuhnya ramping, bulunya abu-abu kecokelatan, dengan garis gelap yang membentang di sisi tubuh. Meski mungil, matanya bulat tajam dan ekornya berbulu lebat sehingga membuatnya terlihat sangat lucu.

Hewan ini biasanya hidup di pepohonan besar, berlarian di batang sambil mencari lumut, jamur, atau serangga kecil sebagai makanannya. Karena ukurannya yang super mini, keberadaannya kerap sulit terlihat. Bahkan saat kita berada di dalam hutan sekalipun, perjumpaan dengan tupai kerdil bisa dianggap keberuntungan besar.

Fakta Menarik tentang Tupai Kerdil Kalimantan

  • Spesies endemik: Hanya bisa ditemukan di hutan-hutan Kalimantan (Borneo).

  • Ukuran mini: Panjang tubuhnya hanya sekitar 10–14 cm, dengan berat rata-rata tidak sampai 20 gram.

  • Pola makan unik: Tidak hanya biji atau buah, tupai ini juga memakan lumut, jamur, hingga serangga kecil.

  • Hidup di batang pohon: Mereka lebih sering terlihat berlari di batang daripada melompat dari dahan ke dahan seperti tupai biasa.

  • Jarang terlihat: Meski tidak termasuk hewan langka, perjumpaan dengannya bisa dianggap spesial karena tubuhnya kecil dan gerakannya sangat cepat.

  • Ekornya “bulu sikat”: Bentuk ekor mereka unik, menyerupai sikat kecil yang tebal dan mengembang.

Keberuntungan di Belakang Rumah

Yang membuat pengalaman ini semakin berkesan adalah lokasinya. Saya tidak menemukannya jauh di dalam hutan, melainkan hanya beberapa meter di belakang rumah dinas tempat saya tinggal. Saat itu saya melihat sekilas ada gerakan kecil di batang pohon. Begitu saya dekati, ternyata bukan hanya satu, melainkan ada empat ekor tupai kerdil yang saling berkejaran di batang besar yang penuh lumut.

Sungguh sebuah momen langka! Dengan penuh semangat saya segera mengangkat kamera dan mencoba memotret mereka. Walau lincah dan cepat berpindah-pindah, kali ini saya cukup beruntung bisa mengabadikan beberapa foto yang menurut saya lumayan jelas. Rasanya seperti menemukan harta karun kecil di halaman rumah sendiri.

Penutup

Pertemuan dengan tupai kerdil Kalimantan ini mengingatkan saya bahwa hutan Borneo menyimpan begitu banyak keajaiban yang mungkin tidak semua orang bisa temui langsung. Meski ukurannya mini, hewan ini membuat saya semakin sadar bahwa setiap makhluk di hutan punya keunikan dan peran masing-masing dalam menjaga keseimbangan alam.

Dan bagi saya pribadi, momen ini bukan hanya sekadar pengalaman melihat hewan lucu, tetapi juga menjadi penyemangat untuk terus bercerita, berbagi, dan menjaga kenangan indah selama bertugas di pedalaman Kalimantan. Siapa tahu, lewat cerita kecil ini, ada yang ikut jatuh cinta dengan kekayaan hayati hutan kita.

Kisah Dilema Abdi Negara di Pedalaman Kalimantan

www.mjumani.net - Setelah kurang lebih empat tahun “menjomblo”, alhamdulillah akhirnya kami sekeluarga bisa berkumpul kembali di tempat tugasku di pedalaman Kalimantan. Empat tahun tentu bukan waktu yang singkat, ada banyak cerita, perjuangan, dan dilema yang mewarnai perjalanan hidup terpisah.

Guru Pedalaman

Hidup di dua tempat jelas bukan hal yang mudah. Dalam istilah sederhana orang sering menyebutnya “dua dapur”. Itu artinya ada dua rumah tangga yang harus sama-sama dijaga agar asap dapurnya tetap mengepul. Secara ekonomi, tentu pengeluaran jadi lebih besar, apalagi harga kebutuhan pokok di pedalaman jauh lebih mahal dan tidak selalu tersedia.

Di sisi emosional pun tidak kalah berat. Kadang ketika ada makanan enak di meja, hati jadi terasa hambar karena membayangkan keluarga di seberang sana mungkin hanya makan seadanya, atau bahkan tanpa lauk. Jujur saja, dapurku di pedalaman sering kali terasa lebih miris. Meski ada uang, tetap sulit mendapatkan sayur mayur atau lauk yang diinginkan. Semua serba terbatas.

Hal yang paling terasa melelahkan tentu urusan “pulkam”. Jarak yang jauh membuat perjalanan membutuhkan tenaga, waktu, dan biaya yang tidak sedikit. Tapi ada kebutuhan nonmateri yang tidak bisa diabaikan dalam keluarga. Anak tetap butuh sosok ayah. Setidaknya jangan sampai, karena terlalu lama tidak bertemu, si kecil yang sedang tumbuh malah memanggil ayahnya dengan sebutan paman. Itu akan jadi luka yang dalam.

Inilah dilema yang sering dihadapi para abdi negara di pedalaman. Di satu sisi, kami berjuang untuk mencerdaskan anak-anak bangsa di daerah terpencil. Namun di sisi lain, anak kami sendiri harus tumbuh dengan kasih sayang dan bimbingan seorang ayah yang serba terbatas.

Syukurlah, sekarang kami bisa berkumpul kembali. Walaupun harus hidup dengan segala keterbatasan pedalaman, setidaknya ada kehangatan keluarga yang membuat semuanya terasa lebih ringan. Memang, setiap keputusan selalu ada sisi positif dan negatifnya. Sisi positifnya, kami bisa menikmati momen bersama, menjalani hari-hari layaknya sebuah keluarga utuh. Namun di sisi lain, mereka juga harus meninggalkan kenyamanan hidup di kota. Selain itu, kesempatan untuk pulang ke kampung halaman dan bertemu sanak keluarga pun semakin jarang.

Tapi begitulah hidup, selalu ada pilihan yang harus diambil dengan segala konsekuensinya. Dan di balik semua keterbatasan ini, aku percaya ada kebahagiaan yang jauh lebih bernilai: kebahagiaan karena bisa bersama, bisa saling menemani, dan bisa tetap tertawa meski hidup sederhana.

Pada akhirnya, rumah bukanlah soal bangunan megah atau fasilitas lengkap. Rumah adalah tempat di mana kita bisa berkumpul dengan orang-orang tercinta, meskipun sederhana, meskipun di tengah pedalaman. Karena sejauh apapun kaki melangkah, sejatinya keluarga adalah tujuan paling akhir untuk pulang.

Pengalaman Berjumpa Lipan Raksasa di Pedalaman Kalimantan

Kalian pasti pernah mendengar nama lipan atau kelabang. Sebagian orang bahkan mungkin pernah melihatnya langsung. Tetapi aku yakin, tidak banyak yang benar-benar berhadapan dengan lipan raksasa yang panjangnya bisa mencapai hampir 20 cm.

Gambar Lipan Raksasa

Jujur saja, aku sendiri tidak terlalu paham apakah ada perbedaan jelas antara kelabang dan lipan. Namun, sejak bertugas di pedalaman Kalimantan, aku beberapa kali menjumpai hewan berkaki banyak ini dengan ukuran yang bisa dibilang jumbo. Rasanya berbeda sekali dengan pengalaman di kampung halamanku dulu, di mana kelabang paling panjang yang pernah kutemukan hanya sekitar 8–10 cm.

Yang membuat agak merinding, lipan ini sering muncul di sekitar rumah. Beberapa kali aku melihatnya merayap di bawah tong air, kadang juga di area dapur dekat tempat mencuci piring. Tapi pengalaman paling ekstrem adalah ketika suatu malam, setelah magrib, saat kami sekeluarga sedang berbaring santai di kasur, seekor lipan besar tiba-tiba muncul tepat di sekitar kami. Bisa dibayangkan bagaimana hebohnya suasana waktu itu!

Aku tahu jenis hewan ini termasuk berbisa, dan tentu ada rasa khawatir kalau sampai menggigit anggota keluarga. Meski begitu, aku jarang sekali membunuhnya. Biasanya, aku memilih cara lain: menangkapnya pelan-pelan lalu mengevakuasinya ke hutan yang agak jauh dari rumah. Tapi yang membuatku heran, entah kenapa tetap saja aku sering bertemu lagi dengan lipan baru. Mungkin di sekitar rumah memang ada lebih dari satu atau dua ekor yang berkeliaran.

Tips Mencegah Lipan Masuk Rumah

Bagi kalian yang juga tinggal di daerah yang masih dekat dengan hutan, mungkin tips sederhana ini bisa membantu untuk mencegah lipan masuk rumah:

  1. Tutup celah dan retakan di lantai atau dinding rumah yang bisa menjadi jalan masuk.

  2. Jaga kebersihan rumah, terutama area lembap seperti dapur, kamar mandi, dan sekitar tong air.

  3. Angkat barang-barang yang menumpuk seperti kayu, kain, atau kardus di dalam rumah, karena bisa menjadi tempat persembunyian.

  4. Gunakan kelambu atau jaring di ventilasi rumah agar serangga dan hewan kecil lain tidak mudah masuk.

  5. Jika memungkinkan, bersihkan halaman sekitar rumah dari semak atau tumpukan dedaunan kering.

Penutup

Bertemu lipan raksasa memang pengalaman yang cukup mendebarkan, apalagi kalau muncul di waktu yang tidak terduga. Tapi bagaimanapun juga, hewan ini hanyalah bagian dari ekosistem di sekitar kita. Selama kita waspada dan menjaga kebersihan lingkungan, semoga pertemuan dengan lipan tidak lagi sampai mengusik kenyamanan di rumah.

Menemukan Jamur Tudung Pengantin di Pedalaman Katingan

www.mjumani.net - Hidup di pedalaman Katingan, Kalimantan Tengah, sering kali membuatku berhadapan dengan hal-hal yang unik dan jarang dijumpai di tempat lain. Selain buah-buahan hutan yang beraneka ragam, ada juga tumbuhan dan jamur yang kadang muncul secara tiba-tiba di sekitar rumah. Di antara sekian banyak jenis jamur yang pernah kutemui, ada satu yang cukup menarik perhatianku beberapa waktu lalu.

Jamur tudung pengantin

Saat itu aku sedang membersihkan rumput liar di samping rumah. Di sela-sela rumput, tampaklah sebuah jamur dengan bentuk dan warna yang berbeda dari biasanya. Bentuknya seperti ada tudung berenda, sementara warnanya agak pink. Seketika aku teringat bahwa jamur ini kemungkinan besar adalah jamur tudung pengantin.

Jamur tudung pengantin (dari genus Phallus), dikenal juga dengan sebutan stinkhorn mushroom. Ciri khasnya adalah tudung seperti renda yang menjuntai ke bawah, mirip kerudung pengantin, sehingga namanya cukup puitis. Walau bentuknya cantik, jamur ini sebenarnya punya bau yang khas—bahkan cukup menyengat—karena memang digunakan untuk menarik serangga yang membantu menyebarkan sporanya. Menariknya, dalam beberapa tradisi, jamur ini juga dipercaya memiliki manfaat sebagai bahan obat herbal, terutama untuk meningkatkan stamina, meskipun penggunaannya tentu harus hati-hati dan tidak sembarangan.

Yang membuatku semakin kagum, jamur ini hanya mekar sebentar. Dari pengamatan, kira-kira hanya satu hari saja ia bisa menampakkan keindahannya, lalu menghilang begitu saja. Seperti bunga yang cepat layu, jamur ini memberi pesan tersendiri tentang betapa singkatnya keindahan di alam.

Meski terlihat unik, aku sendiri tidak berani memegangnya secara langsung. Jamur liar sering kali memiliki zat atau sifat yang tidak kita ketahui. Karena itu, ada baiknya saat menemukan jamur yang tidak dikenal, kita tidak sembarangan menyentuh atau mengonsumsinya. Lebih aman jika cukup dinikmati keindahannya dari jauh, atau jika ingin tahu lebih dalam bisa didokumentasikan lewat foto untuk dipelajari.

Menemukan jamur tudung pengantin ini menjadi salah satu pengalaman kecil yang menyenangkan di tengah rutinitas di pedalaman. Ia seperti kejutan alam yang singkat, tapi meninggalkan kesan mendalam. Siapa sangka, di antara semak liar yang hampir saja kubersihkan habis, ternyata ada "tamu istimewa" yang sempat menampakkan keindahannya sebentar, lalu pergi begitu saja.

Kulat Siaw: Cerita Jamur dari Pedalaman Katingan

www.mjumani.net - Tinggal di pedalaman Katingan, Kalimantan Tengah, membuat saya semakin akrab dengan alam. Lingkungannya masih banyak hutan, udara segar, dan berbagai keanekaragaman hayati yang luar biasa. Salah satu yang menarik perhatian adalah keberadaan jamur yang tumbuh melimpah, terutama saat musim hujan.

Berburu jamur liar

Meski begitu, saya termasuk orang yang agak ragu untuk berburu jamur liar. Bukan karena tidak suka, tetapi karena minimnya pengetahuan. Seperti yang kita tahu, ada jamur yang bisa dimakan dan ada pula yang beracun. Jadi, daripada salah langkah, saya biasanya lebih memilih untuk membeli jamur dari anak-anak desa yang menjajakannya.

Biasanya, anak-anak ini ikut orang tua mereka mencari jamur di ladang atau hutan dekat desa. Hasilnya cukup banyak, sehingga sebagian dimasak untuk keluarga, sebagian lagi dijual. Saya sering membeli dua jenis jamur yang cukup terkenal di sini, yaitu jamur barat dan kulat siaw. Jamur barat biasanya berwarna putih agak kecokelatan, sedangkan kulat siaw punya warna oranye kemerahan yang mencolok.

Jamur dan hujan disertai petir

Menariknya, masyarakat lokal percaya bahwa jamur-jamur ini biasanya akan tumbuh melimpah setelah hujan deras disertai petir atau guntur. Katanya, satu hingga dua hari setelah itu, jamur akan bermunculan di hutan sekunder atau ladang, dan bisa dipanen hingga sekeranjang penuh. Ada yang dijual, ada pula yang dibagi-bagi ke tetangga dan keluarga.

Pertemuan dengan kulat siaw

Foto di atas adalah salah satu pengalaman saya sendiri. Saat itu saya sedang memancing, dan tanpa sengaja menemukan sekelompok jamur kulat siaw tumbuh di tanah lembap. Awalnya ragu untuk memetiknya, tapi setelah saya bawa pulang dan tanyakan kepada warga yang sudah terbiasa berburu jamur, ternyata benar bahwa itu adalah kulat siaw yang aman dikonsumsi.

Jamur itu kemudian saya bersihkan, lalu saya masak sederhana saja: ditumis dengan sedikit garam dan penyedap rasa. Hasilnya? Rasanya sungguh enak—gurih, lembut, dan segar.

Gizi dan manfaat jamur

Selain lezat, jamur juga kaya manfaat. Secara umum, jamur mengandung:

  • Protein nabati yang cukup tinggi, baik untuk pengganti lauk.

  • Serat yang membantu pencernaan.

  • Vitamin B kompleks (seperti B2, B3, B5) untuk metabolisme energi.

  • Mineral seperti kalium, selenium, dan tembaga yang baik untuk kesehatan tubuh.

  • Kandungan antioksidan alami yang membantu menjaga daya tahan tubuh.

Dengan gizi sebanyak itu, tidak heran jamur dianggap sebagai salah satu bahan pangan yang sehat dan bisa menjadi variasi menu sehari-hari.

Tips aman berburu jamur liar

Kalau ada yang ingin mencoba mencari jamur sendiri, ada baiknya memperhatikan beberapa hal ini:

  1. Jangan asal memetik. Hanya ambil jamur yang sudah benar-benar dikenali dan diyakini aman.

  2. Belajar dari yang berpengalaman. Ikut warga lokal atau orang yang terbiasa berburu jamur akan jauh lebih aman.

  3. Perhatikan ciri fisik. Warna mencolok atau bau menyengat sering menjadi tanda jamur beracun, tapi tetap jangan hanya mengandalkan ciri ini saja.

  4. Hindari mencoba rasa mentah. Jangan pernah mencicipi jamur yang belum jelas jenisnya.

  5. Jika ragu, lebih baik ditinggalkan. Keselamatan jauh lebih penting daripada penasaran.

Penutup

Bagi saya, pengalaman kecil menemukan jamur ini menjadi cerita tersendiri. Dari rasa ragu hingga akhirnya yakin setelah bertanya pada orang yang lebih berpengalaman, saya jadi belajar bahwa interaksi dengan alam butuh pengetahuan sekaligus keberanian. Dan ketika hasilnya bisa dinikmati bersama, rasanya semakin menyenangkan.

Hidup di pedalaman memang penuh dengan kejutan sederhana. Bahkan dari sekelompok jamur kecil di tanah lembap, kita bisa merasakan betapa alam selalu memberi—asal kita tahu cara menghargai dan menikmatinya. 🌱🍄